BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zaman sekarang ini banyak sekali
anak remaja yang sudah terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang salah satu di antara
pergaulan bebas itu adalah pacaran. Orang-orang yang melakukan aktivitas ini
adalah orang yang belum siap untuk menikah. Bila orang sudah siap untuk menikah
mereka tidak mungkin melakukan aktivitas ini. Orang yang melakukan aktivitas
ini sebagian besar adalah anak-anak yang belum cukup umur. Masih menadah uang
ke orangtua dengan seragam putih abu-abu, putih biru, bahkan putih merah.
Bagaimana membicarakan pernikahan kepada mereka?
Beberapa di antara mereka mungkin
dewasa dan betul-betul siap menikah, tapi apakah orangtua mereka juga
berpendapat sama dan siap menikahkannya? Mungkin ada yang sudah dewasa dan siap
dinikahkan orangtuanya, tetapi tidak banyak yang seperti itu.
Sungguh maksiat pacaran ini sangat
mengerikan, khususnya bagi muslimah. Masa depan mereka hancur karena maksiat
yang satu ini. Maksiat yang satu ini hanya membuang-buang waktu. Itu adalah
aktivitas yang sia-sia. Maksiat yang satu ini pun hanya membuat kebahagiaan
semata. Perilaku ini dilarang oleh Allah SWT dan tidak diajarkan oleh
Rasulullah SAW. Melalui makalah ini penulis akan mengupas tentang maksiat
pacaran di dalam Islam.
1.2 Rumusan Masalah
Bermula dari latar belakang masalah
tersebut, penulis akan mencoba menyampaikan permasalahan sebagai berikut.
1) Apakah
pacaran itu tanda dewasa atau beradegan dewasa?
2) Bagaimana
pacaran menurut pandangan Islam?
3) Bagaimana
proses yang harus dijalani bagi
seseorang yang sudah siap untuk menikah?
4) Bagaimana
proses yang harus dijalani bagi
seseorang yang belum siap untuk menikah?
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah sebagai berikut.
1) Mengetahui apakah pacaran itu tanda dewasa
atau beradegan dewasa.
2) Mengetahui pacaran menurut pandangan Islam
3)
Mengetahui proses yang harus dijalani
oleh seseorang yang sudah siap untk menikah.
4)
Mengetahui proses yang harus dijalani
oleh seseorang yang belum siap untuk menikah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pacaran Tanda Dewasa
Apakah Beradegan Dewasa
Kebanyakan muslim, khususnya
remaja, beranggapan bahwa pacaran adalah tanda kedewasaan. Jadi, seorang pria
dikatakan sudah dewasa bila ia sudah mampu menggandeng tangan wanita, melakukan
rutinitas dewasa lainnya, seperti apel malam Minggu, jalan-jalan, makan di kafe
atau restoran. Tentu, tidak ketinggalan, akhirnya mereka melakukan
adegan-adegan dewasa. Pacaran bukanlah tanda kedewasaan seorang pria ataupun
wanita. Yang menunjukan bahwa seorang pria atau wanita telah dewasa adalah
menjalin hubungan dengan tali pernikahan.
Alasan berkenalan sebelum menikah
itu klise. Remaja belum tentu siap menikah, karenanya pacaran hanya menjadi
alasan untuk baku syahwat. Memuaskan nafsu lelaki atau malah wanitanya yang
menginginkan. Bukan pacaran namanya jika tidak berpegangan, berciuman,
meraba-raba, atau segala perbuatan lain yang meninggikan syahwat. Berkenalan
mungkin benar, tapi terbatas hanya fisik yang dikenali. Tidak diragukan lagi
bahwa pacaran adalah jalan bebas hambatan menuju zina dan ini hal yang sangat
memprihatinkan.
Wajar saja terjadi zina. Pertemuan
yang rutin menghasilkan kesempatan-kesempatan yang muncul secara acak atau
lewat kesempatan yang terencana. Setan pasti akan selalu menyertai dua insan
yang bukan mahram saat berdua-duaan yang disetai tempat yang sepi.
2.2 Pacaran Menurut
Pandangan Islam
Islam mengharamkan aktivitas
interaksi antara lelaki dan wanita yang tidak berkepentingan, seperti
jalan-jalan bersama, pergi bareng ke masjid atau kajian Islam, bertamasya,
nonton bioskop, dan sebagainya. Aktivitas ini adalah pintu menuju kemaksiatan
lain yang di antaranya adalah pacaran. Bila berkumpul bersama, makan bersama,
dan segala pertemuan yang tidak perlu saja tidak dibenarkan dalam islam,
apalagi aktivitas pacaran yang pasti mengarah ke maksiat, tentu lebih dilarang.
Pacaran itu dapat timbul dari
aktivitas-aktivitas kecil, seperti jalan-jalan bersama, menegerjakan tugas
bersama,dan lain sebagainya yang dilakukan hanya berdua saja yaitu antara
wanita dengan pria. Apapun bentuk aktivitasnya Allah tidak senang jika
aktiviats itu dilakukan apalagi hanya berduaan, karena hal ini dijelaskan dalam
hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia berkhalwat
dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut, karena setan menjadi
yang ketiga di antara mereka berdua” (HR.Ahmad). Jadi pacaran menurut
pandangan Islam itu dilarang , karena pacaran itu adalah suatu perilaku yang
mendekati zina dan mendekati zina itu dilarang oleh Allah SWT seperti
firman-Nya dalam surat Al-Isra ayat 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina;(zina) itu sungguh suatu perbuatan
keji, dan suatu jalan yang buruk.”
Islam adalah agama preventif. Maka Allah
melarang keras umatnya untuk mendekati zina, apalagi melakukannya. Maka Islam
menutup semua jalan untuk menuju zina. Selain karena zina merupakan dosa besar
di sisi Allah, perbuatan itu pun sangat merugikan, bagi pria apalagi wanita,
dan kehidupan manusia secara umumnya.
2.3 Proses yang
Dijalani bagi Seseorang yang Sudah Siap untuk Menikah
Pernikahan di dalam islam adalah
sebuah ikatan suci, ikatan yang akan menghalalkan yang haram dan menyatukan dua
insan dan keluarga. Pernikahan adalah pintu menuju kebaikan yang bertebaran
pada jalan-Nya, dan juga bagian dari keindahan yang Allah beri di dunia.
Pernikahan adalah kebaikan, berkeluarga adalah kebaikan. Maka, suatu kebaikan
sudah semestinya diawali dengan kebaikan pula. Pernikahan yang diawali dengan
pacaran ibarat orang berharap kebaikan, tapi sudah memulainya dengan keburukan.
Itu sama saja dengan interaksi-interaksi pranikah yang diajarkan Barat, semisal
pertunangan, Islam tidak pernah mengenalnya.
Islam memandang wanita itu suci dan
makhluk terhormat, karenanya Islam merancang sebuah jenis interaksi yang tiada
merugikan wanita atau pria yang telah sampai pada kemampuan dan kesiapan, lalu
menginginkan untuk menikah. Rancangan itu ialah dengan proses khitbah
(perminangan) dan ta’aruf (perkenalan). Pria atau wanita yang sudah mampu dan
siap membina rumah tangga, maka boleh bagi mereka menentukan calon yang mereka
sukai karena Allah pun telah membolehkannya, seperti firman-Nya dalam surat
An-Nisa ayat 3 yang artinya: “Nikahilah
oleh kalian wanita-wanita yang kalian senangi.” Bila sudah mendapatkan yang
disenangi, lanjutkan ke proses khitbah (perminangan). Khitbah adalah sebuah
pernyataan perminangan dari seorang pria kepada seorang wanita atau walinya,
agar wanita itu bersedia menikahinya dan membina keluarga bersamanya.tidak
dikatakan serius sebuah khitbah tanpa ada izin dari wali yang memiliki wanita
tersebut.
2.3.1 Perbedaaan antara
Khitbah dan Pacaran
Pacaran dengan khitbah itu jauh berbeda,
perbedaannya adalah:
1) Akad
yang jelas, kapan khibah atau ta’aruf itu akan diakhiri dengan pernikahan.
2) Tidak
ada interaksi ta’aruf yang berkhalwat, alias ada mahram wanita yang terlibat
saat terjadi interaksi.
Kedua
hal ini sulit-hampir tidak mungkin-dilakukan, tanpa izin dari wali. Percuma
pula bila sudah lama ta’aruf, namun wali wanita tidak menyetujui hubungan itu
kea rah pernikahan. Itu masalah besar yang menanti. Karenanya, persetujuan atau
izin wali haruslah jelas di awal, agar tidak menyakitkan dan menjadi masalah ke
depan. Sepantasnya seorang lelaki yang ingin menikahi seorang wanita, setelah
mengkhitbah wanita dan mendapatkan persetujuannya, harus mendatangi walinya
segera untuk membicarakan niat dan maksud menikahi putrinya dna menentukan tanggal
pernikahan.
Lebih
baik lagi, bagi yang sudah mampu dan siap menikah, yakinkan dulu pada ayah dan
bundanya untuk menerima siapa pun calon yang kelak akan anda pilih. Dari
sekarang melobi orangtua dengan ide-ide Islam, bagaimana Rasulullah SAW,
menikah dan memilih pasangan. Hingga saat ada yang mengkhitbah, orangtua sudah
siap dan tinggal menyetujui setelah mengevaluasi calon yang datang. Khitbah
bukanlah pacaran dalam bentuk islami. Khitbah bukan berarti sudah menikah.
2.4 Proses yang Harus
Dijalani bagi Seseorang yang Belum Siap Menikah
Pacaran bukanlah cara yang baik bagi
seseorang yang belum siap untuk menikah. Banyak di antara mereka yang beralasan
bahwa pacaran ini adalah proses untuk pendekatan atau saling mengenal untuk
akhirnya melanjutkan ke jenjang yang lebih serius yaitu menikah. Kebanyakan
dari mereka mungkin beranggapan seperti itu tapi hal itu hanya sekadar omong
kosong belaka. Mengapa demikian? Karena kebanyakan orang yang berpacaran tidak
melanjutkan pada jenjang pernikahan.
Untuk seseorang yang belum siap
untuk menikah hendaklah ia bersabar menunggu pasangan yang tepat untuk dirinya
yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan jika sudah menemukannya lakukanlah
interaksi yang Allah SWT sarankan yaitu ber-ta’aruf namun jangan berlama-lama
ber-ta’aruf jika sudah cukup ber-ta’aruf lanjutkanlah ke jenjang khitbah atau
pernikahan. Bila belum siap, harusnya tahu batas kemampuan diri dan jangan dulu
melakukan interaksi. Jangan memulai apa yang tak bisa kamu selesaikan. Nikahi
atau sudahi, halalkan atau tinggalkan. Jadi, alasan apapun yang kemudian
menjadi tameng untuk tidak menyegerakan menikah, sederhananya itu pertanda kita
belum siap dengan komitmen pernikahan. Karena kesiapan tidak perlu alasan, dan
alasan adalah bagian dari ketidaksiapan.
Begitulah pacaran selalu menjadi
jalan keluar bagi lelaki dan wanita yang tidak menginginkan konsekuensi.
Menjadi jurusan limpahan lelaki dan wanita yang miskin komitmen. Karena pacaran
tidak perlukan syarat, yang diperlukan hanya menikmati maksiat. Pacaran tidak
perlu memperhatikan masa depan, cukup menikmatinya dengan menghilanhkan akal
pikiran. Bila belum siap untuk menikah, jangan coba menggumbar cinta. Coba
alihkan cinta ke jalan yang bermanfaat lagi halal juga bermanfaat. Berjuang di
jalan islam, misalnya, jadi pengemban dakwah islam, dan menyampaikan
kebaikan-kebaikan dari Allah dan Rasul-Nya kepada seluruh manusia. Sebenarnya
cinta itu hanya perasaan yang muncul karena terbiasa dan hilang pula karena
terbiasa. Memang diperlukan waktu untuk menenangkan diri, dan membiasakan
hal-hal yang lainnya yang tidak maksiat dan malah berpahala. Sabda Rasulullah
SAW: “Dan barang siapa yang belum mampu,
hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.”
Perbanyaklah shaum dan mengingat Allah, agar hati kita diberikan ketenangan dan
keistiqamahan untuk menjaga ketaatan sampai pada waktunya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak remaja zaman sekarang tidak mungkin
tidak mengenali pacaran. Kebanyakan anak zaman sekarang beranggapan bahwa
pacaran adalah tanda kedewasaan. Ketika seorang pria dapat menggenggam tangan
seorang wanita melakukan rutinitas lainnya dan tidak ketinggalan melakukan
adegan-adegan dewasa yang tak semestinya oleh remaja itu dilakukan. Pacaran
bukanlah tanda kedewasaan seorang pria atau wanita.
Pacaran dalam pandangan islam sangat
dilarang karena pacaran adalah aktivitas yang mendekati zina. Pacaran dapat
timbul dari hal-hal kecil, seperti jalan-jalan bersama, mengerjakan tgas
bersama ataupun aktivitas lainnya yang hanya di lakukan oleh seorang pria dan
seorang wanita.
Jika seseorang sudah siap untuk
menikah hal yang dilakukan bukanlah pacaran tetapi ta’aruf atau khitbah dan
kemudian berlanjut ke atas pelaminan (menikah). Namun jika kita belum siap
untuk menikahnya hal yang dilakukan
adalah bersabar menunggu pasangan yang telah ditentukan oleh Allah.
Janganlah kita lakukan pacaran untuk proses pendekatan yang akhirnya
melanjutkan ke jenjang pernikahan, karena pacaran adalah bukan cara yang baik
untuk mereka-merka yang belum siap untuk menikah.
3.2 Saran
Masa remaja kita dapat menentukan
masa depan kita. Masa remaja kita janganlah kita buang sia-sia dengan aktivitas
pacaran. Bagi remaja yang masih melakukan aktivitas pacaran sebaiknya
tinggalkan aktivitas tersebut karena aktivitas tersebut tidak disukai oleh
Allah SWT. Lebih baik kita gunakan masa remaja kita ini dengan melakukan
aktivitas-aktivitas yang mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti mengikuti
pengajian-pengajian atau kajian-kajian Islam.