Kamis, 19 Februari 2015

Jangan Pacaran Deh!



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Zaman sekarang ini banyak sekali anak remaja yang sudah terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang salah satu di antara pergaulan bebas itu adalah pacaran. Orang-orang yang melakukan aktivitas ini adalah orang yang belum siap untuk menikah. Bila orang sudah siap untuk menikah mereka tidak mungkin melakukan aktivitas ini. Orang yang melakukan aktivitas ini sebagian besar adalah anak-anak yang belum cukup umur. Masih menadah uang ke orangtua dengan seragam putih abu-abu, putih biru, bahkan putih merah. Bagaimana membicarakan pernikahan kepada mereka?
Beberapa di antara mereka mungkin dewasa dan betul-betul siap menikah, tapi apakah orangtua mereka juga berpendapat sama dan siap menikahkannya? Mungkin ada yang sudah dewasa dan siap dinikahkan orangtuanya, tetapi tidak banyak yang seperti itu.
Sungguh maksiat pacaran ini sangat mengerikan, khususnya bagi muslimah. Masa depan mereka hancur karena maksiat yang satu ini. Maksiat yang satu ini hanya membuang-buang waktu. Itu adalah aktivitas yang sia-sia. Maksiat yang satu ini pun hanya membuat kebahagiaan semata. Perilaku ini dilarang oleh Allah SWT dan tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW. Melalui makalah ini penulis akan mengupas tentang maksiat pacaran di dalam Islam.

1.2  Rumusan Masalah
Bermula dari latar belakang masalah tersebut, penulis akan mencoba menyampaikan permasalahan sebagai berikut.
1)      Apakah pacaran itu tanda dewasa atau beradegan dewasa?
2)      Bagaimana pacaran menurut pandangan Islam?
3)      Bagaimana proses yang harus dijalani  bagi seseorang yang sudah siap untuk menikah?
4)      Bagaimana proses yang harus dijalani  bagi seseorang yang belum siap untuk menikah?


1.3  Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah sebagai berikut.
1)      Mengetahui apakah pacaran itu tanda dewasa atau beradegan dewasa.
2)      Mengetahui pacaran menurut pandangan Islam
3)      Mengetahui proses yang harus dijalani oleh seseorang yang sudah siap untk menikah.
4)      Mengetahui proses yang harus dijalani oleh seseorang yang belum siap untuk menikah.
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pacaran Tanda Dewasa Apakah Beradegan Dewasa
            Kebanyakan muslim, khususnya remaja, beranggapan bahwa pacaran adalah tanda kedewasaan. Jadi, seorang pria dikatakan sudah dewasa bila ia sudah mampu menggandeng tangan wanita, melakukan rutinitas dewasa lainnya, seperti apel malam Minggu, jalan-jalan, makan di kafe atau restoran. Tentu, tidak ketinggalan, akhirnya mereka melakukan adegan-adegan dewasa. Pacaran bukanlah tanda kedewasaan seorang pria ataupun wanita. Yang menunjukan bahwa seorang pria atau wanita telah dewasa adalah menjalin hubungan dengan tali pernikahan.
            Alasan berkenalan sebelum menikah itu klise. Remaja belum tentu siap menikah, karenanya pacaran hanya menjadi alasan untuk baku syahwat. Memuaskan nafsu lelaki atau malah wanitanya yang menginginkan. Bukan pacaran namanya jika tidak berpegangan, berciuman, meraba-raba, atau segala perbuatan lain yang meninggikan syahwat. Berkenalan mungkin benar, tapi terbatas hanya fisik yang dikenali. Tidak diragukan lagi bahwa pacaran adalah jalan bebas hambatan menuju zina dan ini hal yang sangat memprihatinkan.
            Wajar saja terjadi zina. Pertemuan yang rutin menghasilkan kesempatan-kesempatan yang muncul secara acak atau lewat kesempatan yang terencana. Setan pasti akan selalu menyertai dua insan yang bukan mahram saat berdua-duaan yang disetai tempat yang sepi.

2.2 Pacaran Menurut Pandangan Islam
            Islam mengharamkan aktivitas interaksi antara lelaki dan wanita yang tidak berkepentingan, seperti jalan-jalan bersama, pergi bareng ke masjid atau kajian Islam, bertamasya, nonton bioskop, dan sebagainya. Aktivitas ini adalah pintu menuju kemaksiatan lain yang di antaranya adalah pacaran. Bila berkumpul bersama, makan bersama, dan segala pertemuan yang tidak perlu saja tidak dibenarkan dalam islam, apalagi aktivitas pacaran yang pasti mengarah ke maksiat, tentu lebih dilarang.
Pacaran itu dapat timbul dari aktivitas-aktivitas kecil, seperti jalan-jalan bersama, menegerjakan tugas bersama,dan lain sebagainya yang dilakukan hanya berdua saja yaitu antara wanita dengan pria. Apapun bentuk aktivitasnya Allah tidak senang jika aktiviats itu dilakukan apalagi hanya berduaan, karena hal ini dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut, karena setan menjadi yang ketiga di antara mereka berdua” (HR.Ahmad). Jadi pacaran menurut pandangan Islam itu dilarang , karena pacaran itu adalah suatu perilaku yang mendekati zina dan mendekati zina itu dilarang oleh Allah SWT seperti firman-Nya dalam surat Al-Isra ayat 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina;(zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
Islam adalah agama preventif. Maka Allah melarang keras umatnya untuk mendekati zina, apalagi melakukannya. Maka Islam menutup semua jalan untuk menuju zina. Selain karena zina merupakan dosa besar di sisi Allah, perbuatan itu pun sangat merugikan, bagi pria apalagi wanita, dan kehidupan manusia secara umumnya.

2.3 Proses yang Dijalani bagi Seseorang yang Sudah Siap untuk Menikah
            Pernikahan di dalam islam adalah sebuah ikatan suci, ikatan yang akan menghalalkan yang haram dan menyatukan dua insan dan keluarga. Pernikahan adalah pintu menuju kebaikan yang bertebaran pada jalan-Nya, dan juga bagian dari keindahan yang Allah beri di dunia. Pernikahan adalah kebaikan, berkeluarga adalah kebaikan. Maka, suatu kebaikan sudah semestinya diawali dengan kebaikan pula. Pernikahan yang diawali dengan pacaran ibarat orang berharap kebaikan, tapi sudah memulainya dengan keburukan. Itu sama saja dengan interaksi-interaksi pranikah yang diajarkan Barat, semisal pertunangan, Islam tidak pernah mengenalnya.
            Islam memandang wanita itu suci dan makhluk terhormat, karenanya Islam merancang sebuah jenis interaksi yang tiada merugikan wanita atau pria yang telah sampai pada kemampuan dan kesiapan, lalu menginginkan untuk menikah. Rancangan itu ialah dengan proses khitbah (perminangan) dan ta’aruf (perkenalan). Pria atau wanita yang sudah mampu dan siap membina rumah tangga, maka boleh bagi mereka menentukan calon yang mereka sukai karena Allah pun telah membolehkannya, seperti firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat 3 yang artinya: “Nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang kalian senangi.” Bila sudah mendapatkan yang disenangi, lanjutkan ke proses khitbah (perminangan). Khitbah adalah sebuah pernyataan perminangan dari seorang pria kepada seorang wanita atau walinya, agar wanita itu bersedia menikahinya dan membina keluarga bersamanya.tidak dikatakan serius sebuah khitbah tanpa ada izin dari wali yang memiliki wanita tersebut.

2.3.1 Perbedaaan antara Khitbah dan Pacaran
            Pacaran dengan khitbah itu jauh berbeda, perbedaannya adalah:
1)      Akad yang jelas, kapan khibah atau ta’aruf itu akan diakhiri dengan pernikahan.
2)      Tidak ada interaksi ta’aruf yang berkhalwat, alias ada mahram wanita yang terlibat saat terjadi interaksi.
Kedua hal ini sulit-hampir tidak mungkin-dilakukan, tanpa izin dari wali. Percuma pula bila sudah lama ta’aruf, namun wali wanita tidak menyetujui hubungan itu kea rah pernikahan. Itu masalah besar yang menanti. Karenanya, persetujuan atau izin wali haruslah jelas di awal, agar tidak menyakitkan dan menjadi masalah ke depan. Sepantasnya seorang lelaki yang ingin menikahi seorang wanita, setelah mengkhitbah wanita dan mendapatkan persetujuannya, harus mendatangi walinya segera untuk membicarakan niat dan maksud menikahi putrinya dna menentukan tanggal pernikahan.
Lebih baik lagi, bagi yang sudah mampu dan siap menikah, yakinkan dulu pada ayah dan bundanya untuk menerima siapa pun calon yang kelak akan anda pilih. Dari sekarang melobi orangtua dengan ide-ide Islam, bagaimana Rasulullah SAW, menikah dan memilih pasangan. Hingga saat ada yang mengkhitbah, orangtua sudah siap dan tinggal menyetujui setelah mengevaluasi calon yang datang. Khitbah bukanlah pacaran dalam bentuk islami. Khitbah bukan berarti sudah menikah.

2.4 Proses yang Harus Dijalani bagi Seseorang yang Belum Siap Menikah
            Pacaran bukanlah cara yang baik bagi seseorang yang belum siap untuk menikah. Banyak di antara mereka yang beralasan bahwa pacaran ini adalah proses untuk pendekatan atau saling mengenal untuk akhirnya melanjutkan ke jenjang yang lebih serius yaitu menikah. Kebanyakan dari mereka mungkin beranggapan seperti itu tapi hal itu hanya sekadar omong kosong belaka. Mengapa demikian? Karena kebanyakan orang yang berpacaran tidak melanjutkan pada jenjang pernikahan.
            Untuk seseorang yang belum siap untuk menikah hendaklah ia bersabar menunggu pasangan yang tepat untuk dirinya yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan jika sudah menemukannya lakukanlah interaksi yang Allah SWT sarankan yaitu ber-ta’aruf namun jangan berlama-lama ber-ta’aruf jika sudah cukup ber-ta’aruf lanjutkanlah ke jenjang khitbah atau pernikahan. Bila belum siap, harusnya tahu batas kemampuan diri dan jangan dulu melakukan interaksi. Jangan memulai apa yang tak bisa kamu selesaikan. Nikahi atau sudahi, halalkan atau tinggalkan. Jadi, alasan apapun yang kemudian menjadi tameng untuk tidak menyegerakan menikah, sederhananya itu pertanda kita belum siap dengan komitmen pernikahan. Karena kesiapan tidak perlu alasan, dan alasan adalah bagian dari ketidaksiapan.
            Begitulah pacaran selalu menjadi jalan keluar bagi lelaki dan wanita yang tidak menginginkan konsekuensi. Menjadi jurusan limpahan lelaki dan wanita yang miskin komitmen. Karena pacaran tidak perlukan syarat, yang diperlukan hanya menikmati maksiat. Pacaran tidak perlu memperhatikan masa depan, cukup menikmatinya dengan menghilanhkan akal pikiran. Bila belum siap untuk menikah, jangan coba menggumbar cinta. Coba alihkan cinta ke jalan yang bermanfaat lagi halal juga bermanfaat. Berjuang di jalan islam, misalnya, jadi pengemban dakwah islam, dan menyampaikan kebaikan-kebaikan dari Allah dan Rasul-Nya kepada seluruh manusia. Sebenarnya cinta itu hanya perasaan yang muncul karena terbiasa dan hilang pula karena terbiasa. Memang diperlukan waktu untuk menenangkan diri, dan membiasakan hal-hal yang lainnya yang tidak maksiat dan malah berpahala. Sabda Rasulullah SAW: “Dan barang siapa yang belum mampu, hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” Perbanyaklah shaum dan mengingat Allah, agar hati kita diberikan ketenangan dan keistiqamahan untuk menjaga ketaatan sampai pada waktunya.
 

                                                                          BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Anak remaja zaman sekarang tidak mungkin tidak mengenali pacaran. Kebanyakan anak zaman sekarang beranggapan bahwa pacaran adalah tanda kedewasaan. Ketika seorang pria dapat menggenggam tangan seorang wanita melakukan rutinitas lainnya dan tidak ketinggalan melakukan adegan-adegan dewasa yang tak semestinya oleh remaja itu dilakukan. Pacaran bukanlah tanda kedewasaan seorang pria atau wanita.
            Pacaran dalam pandangan islam sangat dilarang karena pacaran adalah aktivitas yang mendekati zina. Pacaran dapat timbul dari hal-hal kecil, seperti jalan-jalan bersama, mengerjakan tgas bersama ataupun aktivitas lainnya yang hanya di lakukan oleh seorang pria dan seorang wanita.
            Jika seseorang sudah siap untuk menikah hal yang dilakukan bukanlah pacaran tetapi ta’aruf atau khitbah dan kemudian berlanjut ke atas pelaminan (menikah). Namun jika kita belum siap untuk menikahnya hal yang dilakukan  adalah bersabar menunggu pasangan yang telah ditentukan oleh Allah. Janganlah kita lakukan pacaran untuk proses pendekatan yang akhirnya melanjutkan ke jenjang pernikahan, karena pacaran adalah bukan cara yang baik untuk mereka-merka yang belum siap untuk menikah.

3.2 Saran
            Masa remaja kita dapat menentukan masa depan kita. Masa remaja kita janganlah kita buang sia-sia dengan aktivitas pacaran. Bagi remaja yang masih melakukan aktivitas pacaran sebaiknya tinggalkan aktivitas tersebut karena aktivitas tersebut tidak disukai oleh Allah SWT. Lebih baik kita gunakan masa remaja kita ini dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti mengikuti pengajian-pengajian atau kajian-kajian Islam.